SUARAN – Kebijakan pemerintah terkait penertiban kawasan hutan menuai keluhan dari masyarakat, khususnya para petani di Kampung Suaran. Salah satu tokoh pemuda sekaligus petani Suaran, Sopiyadi, menilai kebijakan tersebut justru merugikan masyarakat kecil yang selama ini mengelola lahan secara turun-temurun.
Menurut Sopiyadi, pelaksanaan penertiban seharusnya didahului dengan sosialisasi yang jelas kepada masyarakat. Hal ini penting agar warga memahami batas kawasan hutan yang dimaksud, sekaligus menemukan solusi bagi lahan yang telah lama digarap.

“Yang kami lihat, pelang himbauan justru tidak dipasang di kawasan hutan lindung atau konservasi, melainkan dekat perkampungan dan kebun warga. Bahkan jaraknya hanya sekitar 50 meter dari jalan provinsi,” ujarnya.
Ia menegaskan, masyarakat pada dasarnya memahami bahwa Perpres Nomor 5 Tahun 2025 diterbitkan untuk mengatasi persoalan tata kelola hutan, khususnya aktivitas ilegal berskala besar yang merugikan negara. Namun, menurutnya kebijakan tersebut seharusnya menyasar para pengusaha yang membuka kebun hingga ratusan hektare tanpa izin, bukan petani kecil yang rata-rata hanya menggarap lahan 2 hektare per orang.
“Pemerintah harus adil dalam mengambil kebijakan. Jangan sampai rakyat kecil yang ditindas, sementara pelaku besar dibiarkan. Kami berharap pemerintah benar-benar memperhatikan nasib masyarakat,” tegas Sopiyadi.
Ia menambahkan, para petani hanya menginginkan kepastian dan perlindungan hukum dalam mengelola lahan, tanpa khawatir akan kehilangan sumber penghidupan mereka.(*)